Friday, November 14, 2008

Birokrasi Indonesia

Sejujurnya, saya cinta Indonesia. Sungguh. Meski saya mencari rejeki di negara lain, namun saya selalu ingin pulang ke Indonesia. Meski begitu, saya benci birokrasi dan orang2 pemerintahannya. Namun begitu, sepertinya saya mulai mengerti ketika saya pulang kemarin.

Diawali dengan pengurusan KUA. Karena saya tidak menikah di rmh saya sendiri, dan bkn pula di rmh calon suami saya, saya harus mengurus surat2 ini itu, N1, N2, N3, saya hanya bersyukur hitungannya berhenti di 5, dan tidak sampai puluhan (bahkan menurut tmn2 saya di sini, peraturan itu sedikit outrageous. but nvm, I can live with that). Mengurus surat ini sekian puluh ribu, itu sekian puluh ribu.. Namun mengurus surat keterangan selembar utk dibawa ke KUA di kecamatan yg datanya diketik dengan mesin ketik manual, dan ditandatangani seorang bapak lurah, ongkosnya 180 ribu rupiah. Sedikit berlebihan bukan? DI kantor itu hanya ada 1 mesin ketik, arsip2, beberapa kursi dan beberapa petugas kelurahan. What the hell they need the 180 ribu rupiah for? Listrik? paling kipas angin.. komputer aja ga punya..

Anyway.. sutralah ya..
Namun, di KUA kecamatan citeureup, masih diketik dengan mesin ketik manual, selembar kertas jg, ditandatangan bapak kepala juga.
Saya melihat sekitar.. kantor KUA kecamatan itu kecil. Hanya ada 3 ruang kantor, 1 ruang meeting, dan 1 ruang tamu tmpt melayani masyarakat. Dari semua kantor itu, hanya ada 1 mesin tik manual!! BAyangkan, di era yg canggih teknologi ini, bahkan mesin tik pun hanya ada 1. Ketika saya datang, mereka sedang memasang tivi baru dan 1 set komputer baru. Ingin membantu tapi geli sendiri jg. Beli kabel power kok ya pendek bgt, dan maksa mo ditempel di tembok. Terus mo pasang2 komputer kok ya kayanya susah bgt.
Ketika dia meminta 200 ribu dari saya, saya mengiyakan saja akhirnya. Udahlah, itung itung sedekah

Perbedaannya sama kantor KUA di daerah jakarta yg kemudian saya datangi ckp menyolok. Padahal tingkatannya sama2 kecamatan loh. KUA kampung makasar itu tegelnya bagus, ruangannya bnyk, bertingkat, ada ruang komputer, dan ada 3 komputer di dalamnya. Meski yg datang lebih bnyk, namun ruangan yg dipake ya itu2 aja.

Apa sih yg membuat perbedaan yg begitu mencolok pd suatu kantor KUA di tingkatan yg sama namun yg satu di ibukota yg satu di pinggiran? Seharusnya kan biaya operasional sama dong?
Apa sih sebenernya yg diberikan pemerintah pusat pada rakyatnya? Apa sih gunanya negara republik kita yg katanya semua penduduk Indonesia punya hak yg sama?
Saya justru di titik ini lebih setuju dijadikan negara serikat ajalah (pendapat pribadi ya, no offense). Jatoh ya jatoh sendiri, bangkit ya bangkit sendiri, tiap negara bagian punya kewajiban sendiri2 dalam mengurus dan mengatur negara bagiannya.

Saya paham betul mungkin tidak semudah itu dalam pelaksanaan, pasti ada faktor ini itu, pertimbangan ini itu. Namun saya tetap merasa didiskriminasi *loh?

KArena itu saya ikhlas memberikan 200 ribu saya kalo memang ada gunanya buat mereka. Jika memang digunakan utk kantor dan bukan dirinya sendiri saya ikhlas, wallahu alam lah soal itu.
Mungkin hingga suatu hari nanti sila ke 5 pancasila mulai terasa, saya harus selalu ikhlas memberi duit ini itu.

No comments: