Saturday, October 16, 2010

My Thought Today

Terkadang kita merasa iri, cemburu, bahkan tidak terima melihat orang yang menurut kita brengsek mungkin, menerima sesuatu yang sangat bagus.

Misalnya mantan pacar. Brengsek banget, terus putus... Terus tiba2 dapet kabar dia mau kawin sm perempuan cantik, tajir, dan baik. Lalu katanya dia sudah "tobat". Meminta maaf pada kita pun tak pernah. Rasanya tidak adil bukan? Terus jadi cemburu..
Rasa iri dan cemburu itu mungkin bukan karena kita masih cinta ato kita masih benci karena hal-hal di masa lampau. Kita marah karena bukan kita orang yg telah membuat dia bertobat. Bukan karena kita dia tidak brengsek lagi. Kenapa dulu sama kita dia brengsek???

Hidayah diberikan Allah melalui orang2 yang tepat. Orang2 yang tidak punya niat dan pretensi apa-apa sebelumnya. Orang2 yang mungkin dengan ikhlas dan tanpa sadar melakukannya. Lalu kenapa hidayah tidak datang melalui kita? Jika kita mempertanyakan hal inipun, bukankah kita akan termasuk orang2 yang tidak beriman? Karena kita meragukan rukun iman ke6, Beriman kepada Qadha dan Qadar. Memang bukan takdir kitalah utk mendapatkan hidayah itu. Na'udzu billahi min dzalik.

Aku tidak mau jadi orang seperti itu. Dan seperti mantan suami Yelena di buku Bumi Cinta, aku akan berkata, "sungguh Allah memberi hidayahnya kepada orang2 yg Dia kehendaki, dan semoga engkau istiqamah di dalamnya". Karena sesungguhnya Allah menyukai doa yg baik daripada doa yang menghujat dan mengharapkan keburukan.

Dan wahai seseorang yang menikah hari ini, aku ucapkan Selamat dari dasar hatiku yang paling dalam, dan semoga Allah menjagamu dan istrimu dalam kebahagiaan yang kekal. Amin Amin Amin.

A'udzu billahi minasy syaithonirrojiiim

Sunday, October 10, 2010

Women and Makeup

Yup, that is so true.

For a while I've had my doubts over some unimportant (maybe) things that bothers me. It's something about women, wife and how to be one. Let's pick one simple issue, makeup.

I don't like to wear make up. Why? I just don't feel comfortable with it. I find that when you wudhu, you will have to brush off anyway. Even if I do put some on, it's very light and minimum make up. I was raised in Atjeh, where you can say the Islam teachings are quite strict. No make up because it hides your true face and it will attract the opposite sex, and your wudhu will not be accepted. Even until I grow older I don't find it necessary to make over my appearance whatsoever. I don't even shave my eyebrows (cos I learned it's not allowed). It's just my way of life.

Well, you know, time flies, I move about, end up in Jakarta, end up in Singapore. To tell you the truth, Singapore is not so bad. It's no sin not to wear make up here. In fact, alot of people on MRT don't even bother to put on, or if they do, you can hardly see it. Jakarta on the other hand, is very competitive when it comes to appearance. Let's just say, it's peer pressure, everyone dress up, you don't, you feel ugly.

My husband has 2 sisters, both are pretty I find. Like all Jakartans, make up is a must, wherever you go. Depends on where you go though. THe make up will vary. To be honest, I feel ugly whenever I am around them. They dress up, they wear make up, and when I refused to put on very heavy make up on they just commented, "it's just because you're not used to it". Is being not used to make up a bad thing?

I begin to question whether I should put on some just to adapt to the family. Maybe, if I put on some, they will see me as pretty as they are and I won't feel so ugly. I remember their motto, if you want to be pretty you have to prepare yourself for some pain or sacrifices, and I don't do that.

My doubts were answered by a call to USA. My aunt is there. Incidentally, she mentioned the topic above. She said she'd changed, she does not put on make up anymore because she learned that if you put on make up to please others or to show off, it is not allowed. She did that to find Allah's blessing. Well, her reason is somewhat more noble than mine XD. I started off with the same reason (maybe) then it just became my way of life and I began to forgot why I did it.

To tell you the truth, people criticize you because you are different. Why I don't do make up they see it as no effort to look pretty. If I have a strong belief that I do it to find Allah's blessing, then maybe I will hold on to it and walk on with my head held high.

If I do everything with the reason of finding Allah's blessing, InsyaALlah, I will hold my ground on everything I do despite what people say. All I need to do is straightened my intentions Lillahi Ta'ala. InsyaAllah, Allah will bless me. So now, as usual, I won't care what people say unless it's something that Allah would like me to do. :).

Friday, October 1, 2010

Suami dan Istri

Singkat cerita, saya ditegur oleh mertua saya berdasarkan pengamatan mereka pada perlakuan saya pada suami. Diantaranya: menolak membuatkan indomie di pagi hari, meminta suami memijat kaki saya di depan saudara saudara, dan mengomeli suami karena lupa bawa sepatu pantofel. Kata mertua, saya tampak meremehkan suami saya. Lalu, tiba2 mertua menyinggung2 pendidikan saya yg (kebetulan) sudah S2. Saat itu saya diam saja.... Tapi rasanya ingin sekali membela diri.

Pak,
Apalah artinya S2 saya pak, dalam pekerjaan sayapun S2 saya tidak ada artinya. Gaji saya segitu2 aja, karir saya masih tetap junior engineer. Dlm hal ilmu pun saya masih banyak belajar dari orang lain. Saya S2 bukan demi karir pak, bukan jg supaya gaji saya lebih tinggi, saya S2 karena saya mau ilmu.

Saya menolak membuatkan indomie di pagi hari, karena itu tidak sehat pak. Siang siang ato malam hari bolehlah. Tapi memulai hari dengan indomie saya rasa saya berkewajiban mengingatkan suami bahwa itu tidak baik. Masalah memijat, saya rasa tergantung siapa yg melihat. Buat saya suami memijat istri adalah tanda sayang pada istri. Lagipula kaki saya memang sakit sekali. Masalah sepatu pantofel, mungkin saya salah karena harus mengomel. Itu saya akui.

Kata mertua saya, suami adalah imam. Jadi harus dihormati. Itu saya stuju pak, namun apakah imam selalu benar? Jika saya tahu itu salah, bukankah lebih baik saya menegur agar dia tidak menanggung dosa dari apa yg saya lakukan?
Saya tahu ALlah berfirman bahwa istri2 sudah sepantasnyalah hormat pada suami karena yg demikian itu adalah sebaik2nya bagi istri. Namun sepantasnyalah pula suami2 sayang pada istri2. TOlong pak, jangan dipotong hanya sampai bagian hormat pada suami. Saya jd merasa tugas saya sebagai istri hanya manggut2 dan menurut seperti robot. Allah menciptakan saya dengan akal jg sama seperti lelaki. Istri wajib taat pada suami selama apa yg dianjurkan suami adalah baik. Memang terkadang karena umur kami yg hanya terpaut beberapa bulan saya sering keceplosan berkata yg menyinggung hati. Maklumilah pak, kami baru setahun menikah. Itu saya akui saya sering khilaf.

Namun saya dengan seluruh kerendahan hati meminta bapak untuk tidak menilai saya. Nasihat bapak saya terima dengan lapang dada, tapi semua penilaian bapak membuat saya sedih. Karena saya tidak berkata apa-apa mungkin bapak menganggap semua itu benar. Saya menolak jadi istri yg tidak bisa memberi pendapat dalam rumah tangga dan hanya bisa mengomel di belakang. Rumah tangga kami adalah urusan kami dan ALlah. Biar rahmat Allah yang menuntun kami. Semoga jodoh kami langgeng di dunia dan akhirat.

Sekian